Kamis, 22 Mei 2008

CORPORATE TAX PLANNING - spread denda dengan return investasi

Terdapat peraturan yang mengatur batas waktu penyetoran pajak dan pelaporan pajak untuk masing-masing jenis pajak berikut sanksinya. Sanksi terlambat lapor sangat mudah untuk dihindari, lapor saja...isinya bisa nihil dulu, or kurang bayar dulu. Namun penyetoran pajak ke bank persepsi bisa diatur waktunya, yaitu pada tanggal jatuh tempo atau malah memilih terlambat menyetorkan.
Idenya adalah maksimum sanksi denda untuk kurang atau terlambat menyetorkan pajak adalah 2% per bulan. Kalo memang ada dananya, misal alokasi dana PPh Pasal 25 atau cash pajak yang berasal dari withholding tax, yaitu memotong/memungut pajak dari pihak lain maka cash pajak ini dapat diinvestasikan dahulu untuk mendapatkan return. Bentuk investasi ini beragam, misal forex trading, reksa dana, dll. Jika rate of return dari investasi (netto setelah transaction cost) lebih besar dari rate denda keterlambatan setor 2% sebulan...maka akan diperoleh gain.
Apakah hal ini mengurangi kesempatan menjadi wp patuh? sepertinya tidak...karena aturan wp patuh lebih menitikberatkan pada pelaporan spt, pidana, tunggakan pajak, audit dgn opini unquaified. berani coba...

CORPORATE TAX PLANNING - thin cap

Perusahaan dapat saja mengatur struktur modalnya, bisa terdiri dari equity saja atau mix antara equity dan debt. Istilah debt itu untuk hutang dan berbunga misalnya obligasi, pinjaman bank. Kalo liabilities hutang tapi tidak berbunga misalnya utang dagang atas pembelian inventory. Dalam financial management kita mengenal financial leverage. Rule of thumb-nya adalah bila BEP or basic earning power (yaitu operating income dibagi total asset) lebih besar dari tingkat bunga or interest maka perusahaan dinilai mampu memberikan return kepada kreditur dan pemegang saham. dari sisi income tax, interest dari debt itu tax deductible, sehingga pajak yang terutang menjadi lebih kecil. Di negara kita aturan debt to equity ratio untuk kepentingan pajak bagi perusahaan non bank or lembaga keuangan non bank itu pernah ada....kalo gak salah keputusan menteri keuangan...tapi sepertinya tidak pernah diberlakukan...Kalo preposisi II yang diajukan Miller dan Modigliani tidak memasukan bankruptcy maka leverage yang sangat tinggi akan menghasilkan tax saving yang tinggi...Orang pajak biasanya menyebut hal ini sebagai thin cap or thin capitalization...Intinya semakin tinggi debt maka interest expense akan semakin tinggi dan income tax yang terutang semakin kecil....Siapa yang bisa memanfaatkan dengan baik skema thin cap ini? yup...perusahaan-perusahaan besar yang tertutup alias belum go public, karena gak ambil pusing perkara firm value...gak mikir EBIT/EPS indifference segala, untuk menentukan capital structure yang memberikan firm value yang maksimal...

Usul buat regulator: untuk kepentingan pajak, buat aturan tentang debt to equity ratio, misal 1 equity banding 4 debt. batasan ini akan mendefinisikan capital structure itu tergolong thin cap atau bukan. Jadi, interest expense yang dapat dibebankan or tax deductible maksimal sebesar 4 porsi debt ini, sisanya tidak dapat dibebankan untuk penentuan besarnya income tax. Rasionalnya: rencana pemerintah untuk mengurangi tarif pajak dari 35% menjadi 28% dan akhirnya menjadi 25%. banyak perusahaan besar yang berhutang kepada afiliasinya, meskipun sudah ada peraturan pajak tentang hal ini, tapi sifatnya normatif ...apalagi kalo afiliasinya di luar border, bisa2 cuma artificial...koq curiga ya...:)
Fiskus dapat melakukan analisis keuangan WP sebagai berikut: jika trend hutang naik tetapi trend BEP (Basic Earning Power) turun, kemungkinan ada gimmick dalam laporan keuangannya.

koala - advertising

koala - advertising